Parable: Misteri Kotak di dalam Kotak


"Many complaint that the words of the wise are always merely parables and of no use in daily life, which is the only life we have. When the sage says: "Go over," he does not mean that we should cross to some actual place, which we could do anyhow if the labor were worth it; he means some fabulous yonder, something unknown to us, something that he cannot designate more precisely either, and therefore cannot help us here in the very least. All these parables really set out to say merely that the incomprehensible is incomprehensible, and we know that already. But the cares we have to struggle with every day: that is a different matter." - On Parables. Franz Kafka


Sehebat-hebat novel Roberto Bolano 2666 atau Salman Rushdie Midnight Children, kedua-duanya masih belum boleh menumbangkan novel James Joyce Ulysses sebagai novel gergasi di zaman moden. Kedudukkan Ulysses dikongsi bersama novel Marcel Proust In Search of Lost Time. Di antara dua orang novelis lelaki ini saya ingin meletakkan Virginia Woolf yang berfungsi sebagai lautan yang memisahkan mereka. To the Lighthouse sahaja sudah cukup buat saya bagi mewakili kekuatan dan kegeniusan Virginia Woolf walaupun The Waves sering disebut sebagai novel terbaiknya. Antara semua novelis yang dipengaruhi oleh Virginia Woolf, saya paling tertarik dengan Orhan Pamuk, novelis dari Turki, yang menyebut Wiliam Faulkner dan Virginia Woolf sebagai hero-hero pembacaannya. John Updike melabelkan Orhan Pamuk sebagai penulis miniaturist; penulis "kotak di dalam kotak;" penulis sealiran dengan Borges dan Calvino. Sama juga dengan Kafka. Istanbul Orhan Pamuk itu sendiri pun lebih menyerupai Prague Kafka berbanding London Virginia Woolf atau Yoknapatawpha Faulkner. Membaca novel Orhan Pamuk ialah membaca sebuah parable yang berterusan dan berganti-ganti. Membuka kotak di dalam kotak.

Ada banyak kotak parable yang kita boleh menemui dalam sastera. Kalau dalam bentuk puisi ini antara yang saya suka:

Di tangan anak-anak, kertas menjelma perahu Sinbad
yang tak takluk pada gelombang, menjelma burung
yang jeritnya membuka kelopak-kelopak bunga di hutan;

"Tuan, jangan kauganggu permainanku ini."

(Di Tangan Anak-Anak. Sapardi Djoko Damono)

Atau sajak ini:

jam merayap bagai siput
siput merayap bagai jam

jam kata siput lambat
siput kata jam lambat

pergaduhan bermula

siput masuk ke dalam jam
membelit jarumnya
jam tetap merangkak

jam masuk ke dalam siput
menghimpit kakinya
siput tak bergerak

siput memakan nombor
jarum dan gear jam
di dalam perut siput
matahari masih bersinar

jam memakan siput
kulitnya bertaburan
di dalam mulut jam
bulan masih memancar

(jam dan siput. T. Alias Taib)

Atau sajak pendek dan mencabar ini:

I placed a jar in Tennessee
And round it was upon a hill.
It made slovenly wilderness
Surround that hill.

That wilderness rose up to it,
And sprawled around, no longer wild.
The jar was round upon the ground
And tall and of a port in air.

It took dominion everywhere.
The jar was gray and bare.
It did not give of bird or bush,
Like nothing else in Tennessee.

(Anecdote of the Jar. Wallace Stevens)

Di Amerika sekarang, selepas Wallace Stevens, Lydia Davis ialah pencipta parable moden yang terbaik. Mark Strand dan James Tate ada menulis beberapa puisi prosa yang menarik, tetapi pengaruh Wallace Stevens sangat kuat dalam karya mereka. Hanya John Ashbery yang boleh bersaing dengan kekuatan puisi Stevens. Dari segi perbandingan, Ashbery itu lebih berkiblatkan puisi surreal Perancis, sementara Davis betul-betul membawa kekuatan naratif Kafka ke dalam penulisannya. Dan seperti Kafka dan Borges, penulisan Davis merentas sebarang bentuk label. Ia boleh dibaca sebagai puisi mahupun fiksyen. Davis sendiri lebih suka melihat dirinya sebagai seorang penulis cerita berbanding sebagai seorang cerpenis atau penyair puisi prosa. Antara cerita atau parable terbaik Davis ialah ini:

A man has been making deliveries in the garment district for years now: every morning he takes the same garments on a moving rack through the streets to a shop and every evening takes them back again to the warehouse. This happens because there is a dispute between the shop and the warehouse which cannot be settled: the shop denies it ever ordered the clothes, which are badly made and of cheap material and by now years out of style; while the warehouse will not take responsibility because the clothes are paid for and of no use to the wholesalers. To the man all this is nothing. They are not his clothes, he gets paid for this work, and anyway he intends to leave the company soon, though the right moment has not yet come.

(In the Garment District. Lydia Davis)

Membaca cerita ini membuat saya melalui semula perasaan yang saya dapat sewaktu membaca parable Kafka berjudul Passer-by. Manusia-manusia yang berpusing dalam kitaran hidup yang berterusan dan tiada penghujung. Atau, meminjam perkataan terkenal Borges, manusia yang terperangkap dalam labirin. Begitulah kepuasan membaca sebuah parable: ia membina sebuah kota persoalan dalam diri kita. Dan kita sendiri sebenarnya ialah sebuah parable. Setiap manusia itu ialah parable kepada parable manusia yang lain.

Kehidupan manusia ialah sebuah kotak parable yang besar. Seni ialah kunci yang membukanya.

Saya menamatkan tulisan ini dengan kesudahan parable Kafka:

"Concerning this a man once said: Why such reluctance? If you only followed the parables you yourselves would become parables and with that rid of all your daily cares.
Another said: I bet that is also a parable.
The first said: You have won.
The second said: But unfortunately only in a parable.
The first said: No, in reality: in parable you have lost."

Comments

Popular Posts